WARTALENTERA – Kejaksaan Agung (Kejagung) memeriksa 2 saksi untuk kasus dugaan suap vonis terhadap terpidana Ronald Tannur. Kedua saksi itu adalah Lisa Rahmat (LR) dan salah satu staf dari LR, yakni SC.
“Dua saksi yang diperiksa adalah SC dan LR,” kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar dalam keterangan resmi, Senin (11/11/2024).
Harli menambahkan bahwa pemeriksaan dilakukan oleh Tim Jaksa Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
“Kejagung memeriksa dua orang saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi berupa pemufakatan jahat, suap, dan/atau gratifikasi dalam penanganan perkara Ronald Tannur untuk periode tahun 2023 hingga 2024,” ujarnya menjelaskan.
Ia juga mengungkapkan bahwa LR diperiksa atas nama tersangka mantan petinggi Mahkamah Agung, Zarof Ricar (ZR), sementara SC diperiksa atas nama tersangka LR.
“Pemeriksaan ini bertujuan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara yang sedang ditangani,” ungkap Harli.
Sebagai informasi, Lisa Rahmat merupakan kuasa hukum Ronald Tannur yang diduga melakukan permufakatan jahat dengan Zarof Ricar untuk mengamankan vonis Ronald Tannur. Dalam kasus ini, LR juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
Ronald Tannur merupakan terpidana dalam kasus penganiayaan yang berujung pada kematian kekasihnya, Dini Sera Afriyanti, di Lenmarc Mall, Surabaya, pada Rabu (4/10/2024). Pada tingkat pertama, Ronald Tannur divonis bebas oleh Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, namun pada tingkat kasasi, ia divonis 5 tahun penjara.
Dalam perkara dugaan suap ini, Lisa Rahmat disangkakan dengan Pasal 5 ayat (1) jo. Pasal 15 jo. Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021. Sementara itu, Zarof Ricar disangkakan dengan pasal berlapis, yaitu Pasal 5 ayat 1 juncto Pasal 15 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, serta Pasal 12B jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2021 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. (inx)


