WARTALENTERA – Indonesian Joining Forces (IJF), konsorsium enam organisasi fokus anak, mengungkapkan bahwa 51,3 persen kasus kekerasan terhadap anak penyandang disabilitas terjadi di ruang publik.
“Survei kuantitatif dan studi kualitatif yang dipaparkan Forum Anak IJF menunjukkan, sebanyak 9 dari 10 orang dekat anak dengan disabilitas pernah menyaksikan kekerasan, baik verbal, psikis, maupun fisik,” kata Ketua Komite IJF sekaligus Direktur Nasional Wahana Visi Indonesia, Angelina Theodora, dalam keterangannya pada Minggu (17/8/2025).
Data tersebut dipaparkan dalam rangkaian peringatan Hari Anak Nasional (HAN) 2025 bertajuk Temu Anak Indonesia 2025: Inklusif, Penuh Makna, dan Riang Gembira di Jakarta, Rabu (13/8). Angelina menegaskan, kegiatan ini menjadi momentum memperkuat komitmen bersama. “Sebagai konsorsium organisasi fokus anak, IJF terus mendukung pemerintah, khususnya KPPPA dan KPAI, dalam menghentikan kekerasan pada anak,” ujarnya.
Temuan itu juga mendapat perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. Asisten Deputi Perlindungan Anak Kondisi Khusus, Susanti, menekankan bahwa kasus kekerasan masih seperti fenomena gunung es. “Setiap anak, termasuk anak penyandang disabilitas, memiliki hak untuk tumbuh optimal, berpendapat, dan diperlakukan adil,” kata Susanti.
Suara anak juga disampaikan langsung dalam acara tersebut. Zakiya, penyandang disabilitas asal Jakarta Timur, berharap pemerintah lebih cepat merespons kasus yang terjadi. “Kami tiga kali lebih rentan mengalami kekerasan. Kami juga berhak untuk merasakan rasa aman,” ungkap Zakiya.
Acara yang dihadiri lebih dari 80 anak dari berbagai daerah, termasuk komunitas disabilitas dan sekolah luar biasa, juga membahas strategi nasional pencegahan kekerasan. Anak-anak turut memberikan rekomendasi yang akan dibawa ke tingkat ASEAN.
Perwakilan ASEAN Commission on the Protection of the Rights of Women and Children (ACWC), Yanti Kusumawardhani, menyambut baik langkah tersebut. “Mendengarkan dan mengintegrasikan pendapat anak ke dalam rencana aksi regional adalah hal yang sangat penting,” katanya.
Selain diskusi, peserta juga mengikuti booth edukatif dan permainan tentang hak anak. IJF berharap kegiatan ini memperkuat pemahaman publik serta menumbuhkan komitmen kolektif dalam menciptakan lingkungan yang aman dan ramah anak. (kom)


