WARTALENTERA – Bisnis CCS (carbon capture storage) di Indonesia makin menjanjikan. Terlebih di era transisi energi saat ini membuat teknologi CCS makin dibutuhkan.
Ariana Soemanto selaku Direktur Pembinaan Usaha Hulu Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), implementasi CCS mutlak diperlukan karena tren transisi energi yang mengharuskan penurunan emisi, kian meningkat. Dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi pun tidak sedikit.
“CCS akan membutuhkan investasi sangat besar. Selama ini migas mendukung pertumbuhan ekonomi karena hasilkan multiplier effect tidak sedikit,” ujar Ariana dalam sesi Plenary Session CCS for Upstream Decarbonization and Beyond di ICE BSD, Rabu (21/5/2025).
Sejauh ini ada beberapa proyek CCS yang tengah berjalan yakni di lapangan Sukowati dikerjakan oleh Pertamina. Kemudian rencana pengembangan proyek Sunda Asri antara Pertamina dan ExxonMobil.
Ada juga Masela yang digarap oleh Inpex Masela Ltd. Selanjutnya ada blok Sakakemang yang digarap oleh Repsol serta di blok Tangguh yang digarap oleh bp.
Khusus untuk Tangguh bahkan Final Invesment Decision (FID) sudah selesai dengan total tambahan investasi mencapai USD7 miliar.
Tidak hanya itu, Ariana menuturkan sudah ada tiga proyek CCS mandiri yang diusulkan ke pemerintah.
“Ada tiga proyek stand alone sudah diusulkan ke kami. Kami menunggu arahan pak Menteri,” ungkap Ariana.
Sementara itu, Daniel Fletcher, Kepala Pengembangan Bisnis CCUS bp, menuturkan Indonesia punya modal sangat bagus untuk ikut dorong bisnis CCS mulai dari kondisi reservoir dari sisi geologi serta regulasi.
Saat ini Indonesia sudah memiliki Peraturan Menteri ESDM No. 2 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan Penangkapan dan Penyimpanan Karbon, serta Penangkapan, Pemanfaatan dan Penyimpanan Karbon pada Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi. Regulasi ini mengatur kegiatan CCS yang mencakup penangkapan, pengangkutan, dan penyimpanan emisi karbon secara aman dan permanen.
“Kesuksesan proyek CCS dipengaruhi beberapa faktor. Pertama sumber daya baik, reservoir bagus, dan Indonesia memiliki itu. Harus ada regulasi. Kami lihat progress bagus. 2024 lalu bahkan bp mampu realisasikan proyek CCS di United Kingdom dan Indonesia (Tangguh),” jelas Daniel.
Ia pun berharap pemerintah segera menerbitkan regulasi tambahan untuk bisnis CCS terutama agar bisa implementasikan penyimpanan karbon antar negara. Jika kepastian regulasi sudah ada maka dengan sendirinya ekosistem bisnis CCS akan tumbuh termasuk dukungan lembaga finansial.
“Kami harap proyek CCS bisa mendukung dekarbonisasi. Jika trigger insentif pemerintah dan regulasi bahkan bisa memicu adanya dukungan financial,” kata Daniel. (inx)