WARTALENTERA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menelusuri sejumlah rekening terkait dugaan korupsi dalam penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama tahun 2023–2024.
“Itu pasti dilakukan koordinasi dengan pihak PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan),” ujar Ketua KPK, Setyo Budiyanto, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Minggu (17/8/2025).
Setyo menjelaskan, hasil kerja sama dengan PPATK berupa dokumen mengenai penelusuran rekening. “Nanti dari PPATK hasilnya terbit, muncul penjelasan di dokumen tersebut, maka bisa dipastikan apakah informasi itu benar atau tidak. Masih ada proses,” katanya.
Ia menegaskan, langkah penelusuran tersebut merupakan prosedur umum dalam penyidikan perkara. “Hal yang biasa dilakukan oleh penyidik. Jadi, penelusuran pendalaman terhadap para tersangka, kemudian calon tersangka, kemudian saksi, termasuk juga dokumen, dan termasuk juga hal-hal yang berkaitan dengan rekening,” ujarnya.
Sebelumnya, KPK mengumumkan memulai penyidikan perkara dugaan korupsi kuota haji pada 9 Agustus 2025, setelah meminta keterangan kepada mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas pada 7 Agustus 2025.
KPK juga berkoordinasi dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI untuk menghitung kerugian negara. Pada 11 Agustus 2025, KPK mengumumkan penghitungan awal kerugian negara mencapai lebih dari Rp1 triliun, serta mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, salah satunya Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menemukan sejumlah kejanggalan dalam penyelenggaraan ibadah haji 2024. Fokus utama sorotan pansus adalah pembagian kuota tambahan 20.000 jamaah yang diberikan Pemerintah Arab Saudi.
Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan dengan skema 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus. Pembagian tersebut dinilai tidak sesuai dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur kuota haji khusus sebesar 8 persen dan haji reguler 92 persen. (kom)