WARTALENTERA-Terbukti langgar privasi pengguna, Google didenda Rp6,3 triliun. Raksasa teknologi Google diperintahkan membayar denda kolosal sebesar USD425 juta (setara Rp6,3 triliun) setelah terbukti bersalah melanggar privasi jutaan penggunanya.
Kasus ini membongkar praktik yang meresahkan: Google dituduh terus mengumpulkan data pribadi bahkan setelah pengguna secara eksplisit mematikan fitur pelacakan. Putusan ini adalah puncak dari pertarungan hukum sengit yang dilancarkan oleh sekelompok pengguna.
Mereka menuduh Google secara diam-diam mengakses perangkat seluler untuk mengumpulkan, menyimpan, dan memanfaatkan data mereka, sebuah tindakan yang bertentangan langsung dengan jaminan privasi dalam pengaturan “Aktivitas Web & Aplikasi” milik perusahaan. Meskipun para pengguna awalnya menuntut ganti rugi fantastis lebih dari USD31 miliar, putusan juri tetap menjadi kemenangan monumental bagi sekitar 98 juta pengguna Google dengan 174 juta perangkat yang tercakup dalam gugatan class action ini.
“Kami, tentu saja, sangat senang dengan putusan yang diberikan oleh juri,” ujar David Boies, pengacara yang mewakili para pengguna, melansir Reuters, Senin (8/9/2025). Menurutnya, ini menandai kemenangan penting bagi konsumen di era digital.
Gugatan yang diajukan pada Juli 2020 ini menyoroti skala pengawasan Google yang begitu luas. Praktik pengumpulan data ini diduga meluas ke ratusan ribu aplikasi ponsel pintar, termasuk aplikasi yang kita gunakan sehari-hari seperti layanan transportasi Uber dan Lyft, raksasa e-commerce Alibaba dan Amazon, hingga jejaring sosial milik Meta, Instagram dan Facebook.
Di sisi lain, Google dengan tegas menolak tuduhan tersebut dan bersiap untuk melakukan perlawanan. “Keputusan ini salah memahami cara kerja produk kami, dan kami akan mengajukan banding. Alat privasi kami memberi orang kendali atas data mereka, dan ketika mereka mematikan personalisasi, kami menghormati pilihan itu,” kata seorang juru bicara Google, melansir BBC.
Google berdalih bahwa ketika pengguna mematikan Aktivitas Web & Aplikasi, data yang dikumpulkan melalui Google Analytics oleh situs dan aplikasi lain bersifat anonim dan tidak mengidentifikasi pengguna secara individu. Namun, juri menemukan Google tetap bertanggung jawab atas dua dari tiga klaim pelanggaran privasi, meskipun mereka menyatakan perusahaan tidak bertindak dengan “niat jahat”.
Badai Hukum untuk Google
Denda Rp6,3 triliun ini hanyalah satu dari serangkaian badai hukum yang menerpa Google. Secara terpisah, perusahaan induknya, Alphabet, menghadapi pertarungan antimonopoli yang panjang.
Meskipun hakim memutuskan Google tidak harus menjual browser Chrome-nya, perusahaan tersebut diwajibkan untuk berbagi informasi dengan para pesaing. Tidak berhenti di situ, Google juga menghadapi kasus lain terkait dugaan monopoli dalam teknologi periklanan, dengan persidangan yang akan segera digelar.
Rentetan kasus ini mengirimkan sinyal jelas, era di mana raksasa teknologi dapat beroperasi dengan pengawasan minimal mungkin akan segera berakhir, dan pertarungan untuk melindungi privasi digital kita baru saja dimulai. (sic)