WARTALENTERA-Usai periksa eks Menag (Menteri Agama), KPK segera naikkan kasus kuota haji ke tingkat penyidikan. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan, bahwa penanganan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus untuk tahun 2024 akan segera memasuki tahap penyidikan.
Pernyataan ini disampaikan setelah pemeriksaan terhadap mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Kamis (7/8/2025). Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, bahwa pemeriksaan terhadap Gus Yaqut merupakan salah satu tahap akhir dari proses penyelidikan yang telah berlangsung.
“Terkait pemeriksaan eks Menteri Agama, apakah ini babak akhir dari penyelidikan? Ini sudah mendekati penyelesaian dalam waktu yang tidak terlalu lama, atau waktu yang dekat ini di bulan Agustus akan kita tingkatkan ke penyidikan,” ungkap Asep dalam konferensi pers, dikutip Jumat (8/8/2025).
Dalam pemeriksaan tersebut, Gus Yaqut mengaku dimintai keterangan mengenai dugaan korupsi yang berkaitan dengan pengelolaan kuota haji tambahan tahun 2024, terutama mengenai pembagian jatah untuk jemaah haji khusus. “Alhamdulillah saya berterima kasih akhirnya saya mendapatkan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut kepada wartawan, kemarin.
Ketika ditanya mengenai adanya arahan dari mantan Presiden Joko Widodo terkait pembagian kuota haji, Yaqut memilih untuk tidak menjelaskan lebih lanjut. Ia kembali menegaskan pentingnya klarifikasinya di KPK.
“Saya tidak akan menyampaikan mohon maaf. Saya berterima kasih mendapatkan kesempatan untuk bisa menjelaskan mengklarifikasi segala hal yang berkaitan dengan pembagian kuota tahun lalu. itu ya terima kasih,” ucapnya.
Asep menambahkan, kasus ini ditindaklanjuti KPK, berawal dari penambahan kuota sebanyak 20 ribu jemaah yang diberikan oleh Kerajaan Arab Saudi pada 2023 untuk musim haji tahun 2024. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, pembagian kuota seharusnya mengikuti proporsi 92 persen untuk jemaah reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
“Artinya jika regulernya itu 18.400, itu untuk reguler. Kemudian 1.600-nya untuk khusus, karena 8 persen kali 20.000, berarti 1.600. Nah 18.400-nya itu untuk reguler. Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua. Sebanyak 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus. Nah gitu,” beber Asep.
Ia menambahkan, bahwa ketidaksesuaian dalam pembagian kuota tersebut menyebabkan lonjakan jumlah jemaah di sektor haji khusus. “Ini menimbulkan jumlah kuota untuk khusus menjadi bertambah, dan jumlah untuk reguler menjadi berkurang. Yang harusnya 18.400, kemudian menjadi 10.000. Dan yang ini seharusnya 1.600, ketambahan nih 8.400, menjadi 10.000,” jelasnya.
“Nah, otomatis 10.000 ini akan menjadi, kalau dikalikan dengan biaya haji khusus, itu akan lebih besar. Lebih besar pendapatannya, seperti itu. Uang yang terkumpul di haji khusus akan menjadi lebih besar. Nah, dari situlah mulainya perkara ini,” sambungnya.
Oleh karena itu, KPK berkeinginan untuk menyelidiki lebih dalam mengenai pembagian 10 ribu kuota haji yang dilakukan melalui asosiasi biro perjalanan haji. “Jadi kita kenapa berangkat dari travel agent itu? Kita ingin melihat ada berapa yang didistribusi pada saat itu. Karena hitung-hitungannya kan baru 10.000, 10.000 gitu ya. Tapi kemudian untuk membuktikan bahwa memang 10.000 itu didistribusikan ke haji khusus, nah kita berangkatnya dari travel agent ini,” ujarnya.
Ia juga menekankan bahwa KPK sedang menyelidiki kemungkinan adanya penyimpangan dalam pengajuan kuota haji tambahan, terutama untuk kuota khusus. Kehadiran Yaqut Cholil diharapkan dapat memberikan kejelasan mengenai kasus yang sedang ditangani.
“Kalau memang itu ada diskresi atau memang itu ada perintah, tolong disampaikan seperti itu,” tegasnya. (sic)