WARTALENTERA-Buntut insiden kematian Juliana Marins di Rinjani, RI bakal hadapi tuntutan hukum internasional, Menko Bidang Hukum Yusril Ihza Mahendra respons begini. Menurut dia, Pemerintah Indonesia belum menerima nota diplomatik dari Pemerintah Brasil.
Pihaknya telah berkoordinasi dengan Menko Polhukam Budi Gunawan dan Menteri Luar Negeri Sugiono untuk menyikapi perkembangan kasus tersebut. “Yang bersuara lantang atas insiden kematian Juliana Marins ini adalah Pembela HAM dari The Federal Public Defender’s Office of Brazil (FPDO), sebuah lembaga independen negara seperti Komnas HAM di sini,” ujar Yusril dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (5/7/2025).
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan itu menambahkan, Pemerintah Indonesia menyimak dengan seksama berbagai pernyataan dari FPDO. Lembaga tersebut bahkan disebut mempertimbangkan untuk menggugat Indonesia ke Inter-American Commission on Human Rights.
Namun, Yusril menegaskan bahwa langkah tersebut tidak dapat serta-merta dilakukan. Ia menekankan Indonesia bukan pihak dalam konvensi maupun anggota dari komisi tersebut.
“Setiap upaya untuk membawa negara kita ke sebuah forum internasional apa pun, termasuk lembaga peradilan seperti International Court of Justice (ICJ) atau International Criminal Court (ICC) di Den Haag, tidak mungkin dilakukan tanpa kita menjadi pihak dalam konvensi atau statutanya,” paparnya.
Sementara itu, Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (TNGR) merespons terkait rencana keluarga Juliana Marins menggugat Indonesia ke jalur hukum internasional. TNGR menekankan bahwa telah melakukan yang terbaik dalam proses evakuasi WN negara Brasil yang jatuh ke jurang Rinjani itu.
“Pada prinsipnya kami sudah melakukan yang terbaik bagi Juliana Marins. Artinya kalau masih ada kekurangan atau penilaian yang lain, silakan saja,” kata Kepala Balai TNGR Yarman, dikutip Sabtu (5/7/2025).
Yarman mengatakan, seluruh proses evakuasi terhadap Juliana sudah dilakukan sesuai dengan prosedur operasional standar (SOP). Adapun, proses pencarian hingga evakuasi terhadap jasad Juliana membutuhkan waktu lima hari.
“Kalau ada hal-hal yang perlu kami revisi, kami revisi. Terkait yang lain, ada dana asuransi dan peralatan segala itu bagian dari evaluasi. Tim evakuasi SAR gabungan sudah melakukan yang terbaik dari awal jatuh korban,” rincinya.
Sebelumnya, Pemerintah Brasil melalui Kantor Pembela Umum Federal (DPU) membuka kemungkinan untuk menempuh jalur hukum internasional terkait kematian tragis Juliana saat mendaki Gunung Rinjani. DPU mengajukan permintaan resmi kepada Kepolisian Federal (PF) untuk menyelidiki kemungkinan adanya unsur kelalaian dari otoritas Indonesia dalam insiden tersebut pada Senin (30/6/2025) lalu.
Jika ditemukan indikasi pelanggaran, Brasil tidak menutup kemungkinan membawa kasus ini ke forum internasional seperti Komisi Antar-Amerika untuk Hak Asasi Manusia (IACHR). Keluarga juga meminta pengadilan federal Brasil untuk melakukan autopsi ulang terhadap jenazah Juliana. (sic)